Minggu, 24 Desember 2017

Peradilan Militer Harus Dilihat Dalam Perspektif Yang Lebih Luas

Suriyanto PD, Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI)
MataLensa.com, Jakarta - Konstitusi di negara kita mengatakan, apakah setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum., Dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tidak ada kecualinya. Hal tersebut telah diamanahkan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, amandemen.

Merujuk pada pasal 27 ayat (1) UUD 1945, amandemen, mengandung maksud sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam menjalankan pemerintahan, tidak boleh ada warga negara yang memiliki keistimewaan, termasuk dalam masalah peradilan.

Dari sudut kompetisi sistem penguasa kehakiman di indonesia mengenal 5 macam jenis peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, peradilan militer dan mahkamah konstitusi, masing-masing peradilan memiliki objek dan subyek yang berbeda dan kekhususan tersendiri.

Kompetisi peradilan umum, khususnya dalam perkara pidana akan diproses melalui sistem peradilan pidana yang dimulai dari proses penyidikan, penuntutan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.

Dalam perkara pidana terdakwanya - selama ini berasal dari kalangan rakyat sipil (di dalamnya termasuk terdakwa yang berasal dari polri) atau bisa dari kalangan rakyat sipil dan kalangan militer (perkara koneksitas).

Yang perkara pidana yang terdakwanya berasal dari kalangan militer dengan jenis hukum pidana pidana militer.

Ucapan tersebut dikemukakan Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia, PD Suriyanto, mensikapi adanya anggapan pembakuan subjek hukum umum, dengan anggota TNI yang memperoleh previlege peradilan khusus atas tindak pidana umum.

Dikatakan Suriyanto, apakah anggota TNI yang memperoleh previlege peradilan khusus atas tindak pidana umum bukan merupakan bentuk masuk konstitusi, sepanjang rujukannya Undang-undang Nomor 31 tahun 1997 tentang peradilan Militer, dimana kata-kata pidana yang dilakukan anggota militer baik tindak pidana umum KUHP dan perundang-undangan pidana lainnya, juga tindak pidana militer dalam kUHPM semuanya diadili di peradilan militer.

Suriyanto tidak menampik, yaitu era reformasi yang tepat, kebebasan, demokratisasi dan persamaan hak, berimbas terhadap penyelenggaraan peradilan. Prinsip persamaan di hadapan hukum menghendaki tidak ada warga negara yang mendapat prevelege apalagi dalam bidang peradilan.

Meski demikian, ia mengingatkan akan eksistensi peradilan militer memang harusaksana, tapi pertanyaannya apakah cakupan kewenangannya tetap mengadili tindak pidana umum atau tindak pidana militer yang dilakukan oleh prajurit TNI atau hanya mengadili tindak pidana militer, sedangkan tindak pidana umum yang dilakukan oleh prajurit TNI dilakukan di peradilan sipil / umum.

"Untuk mengurai hal ini, maka pembaharuan hukum harus diarahkan kepada pembangunan sistem hukum, substansi hukum dan budaya hukum. Pembangunan struktur hukum dalam hal ini kelembagaan hukum harus diarahkan pada terbentuknya satu lembaga hukum yaitu peradilan yang independen dari efek maupun intervensi dari pihak manapun, "jelasnya.

Pembangunan substansi hukum harus diarahkan pada suatu undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang undang - undang peradilan.

Selain itu, harus pula dilihat dengan jernih untuk menentukan perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana umum oleh seorang prajurit TNI. Hal itu bisa dilihat dalam KUHP dan perundang-undangan lainnya. Pelanggaran terhadap ketentuan ini harus diadili di peradilan umum.

Sedang perbuatan yang relevan dengan hukum pidana di kalangan peradilan.

"Melihat dan memilah-milah mana yang ada terhadap hukum pidana umum dan mana yang hanya bisa dilakukan oleh seorang militer, merupakan hal utama yang harus dilihat dalam perspektif luas, jadi tidak ada yang terciderai," tambahnya.

Selain itu, tak kalah hal yang harus ditutup adalah peristiwa pidana, dimana pembenahan pertama adalah merekonstruksi sub sistem peradilan pidana yang bisa mencakup semua unsur peradilan yang selama ini ada contoh bagaimana menyatukan penyidik ​​dengan polisi militer, papera, dan ankum, kemudian jaksa dengan otmil dan pengadilan dengan Mahmil. (**)

sumber : 360 (PWRI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DPC PWRI Kota Bengkulu Apresiasi Komitmen Kadis PUPR Kota Bengkulu.

MataLensa, Bengkulu – Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kota Bengkulu mengapresiasi aksi cepat tanggapny...