Minggu, 15 Oktober 2017

Diskusi NSEAS : Pemohon Uji Materiil Permen LHK P.39 Bukan Masyarakat Atau Petani Miskin.


DPC PWRI KOTA BENGKULU, JAKARTA - Di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini Raya, Jakarta Pusat telah diselenggarakan diskusi dengan Topik: Ada apa dengan Permen LHK No. P.39 tahun 2017 tetang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani?
Hadir peserta diskusi al. Elfan Gomes (Advokat/Lawyer), Hamid Husein (Advokat/Lawyer), Dadang Mardesa (Seniman/Pelukis), Jacob Ereste (Budayawan), M.R.Ridho (Prodem), M.Amin (KAHMI Jaya), Willy Soeharly (Serikat Tani Nasional), Anwar Esfa (Hijau Hitam Institut), Budi Margono (JP2K), Muchtar Effendi Harahap (NSEAS).
Diskusi dimoderatori Ramli Kamidin (ILUNI) mengambil tempat hari Minggu, 15 Oktober 2017, di Rumah Makan Pondok Penus, diselenggarakan NSEAS (Network for South East Asian Studies).
Diskusi memahami Permen LHK No.P.39 Tahun 2017 bertujuan memberikan IPHPS (Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial) kepada masyarakat atau petani miskin untuk memanfaatkan kawasan hutan di wilayah kerja Perum Perhutani. Kebijakan ini guna mengurangi ketimpangan penguasaan lahan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (pengentasan kemiskinan) dengan memperhatikan kelestarian hutan. 
Penerima IPHPS ini masyarakat atau petani miskin di sekitar atau di dalam wilayah kerja Perum Perhutani. Setiap keluarga petani miskin akan memperoleh 2 Ha maksimal. Lahan hutan akan dimanfaatkan petani miskin tersebut adalah hutan lindung dan hutan produksi pada wilayah kerja Perhutani dengan tutupan lahan kurang atau sama dengan 10 % terus menerus dalam  5 tahun. Maknanya, lahan negara akan dimanfaatkan petani miskin itu dalam kondisi  gundul dan terlantar. 
Kebijakan Pemerintah pro petani miskin ini mendapat masalah dari sekelompok warga negara, al. Acil Bimbo, seorang Seniman Mereka mengecam  dan menolak Permen LHK P.39 tsb. Bahkan, mereka berupaya menggagalkan implementasi Permen LHK P.39 dengan memohon uji materiil di Mahkamah Agung (MA). 
Diskusi menilai para Pemohon uji materiil bukan kelompok kepentingan langsung masyarakat atau petani miskin sebagai sasaran/target kebijakan perhutanan sosial. Bahkan, ada sebagian besar  pemohon justru mantan karyawan Perum Perhutani. 
Lebih lanjut diskusi  menyoal:

1. Apa kepentingan Acil Bimbo selaku Seniman/Penyanyi menentang atau menolak kebijakan Pemerintah untuk mensejahterakan petani miskin ini?
2. Apakah mereka layak sebagai Pemohon uji materiil dilihat dari aspek legal standing atau pihak berkepentingan?
3. Apa sikap Majelis Hakim MA seharusnya terhadap permohonan kelompok bukan petani miskin tersebut? 
Tiga soal  di atas mendapat jawaban dalam diskusi. Secara garis besar jawaban diskusi sebagai berikut:
1. Acil Bimbo tidak layak mengajukan permohonan uji materiil dan terkesan sebagai Seniman, tidak pro masyarakat atau petani miskin. Kalangan Seniman TIM diharapkan dapat mengingatkan Acil Bimbo untuk keluar dari kepentingan bisnis kelompok pengusaha rente yang telah menguasai tanah negara wilayah kerja Perhutani.
2. Kelompok Pemohon uji materiil bukan petani miskin tetapi kelompok menengah atas dan tidak berkepentingan langsung dengan kebijakan perhutanan sosial. Dapat diduga, mereka akan kehilangan sumber ekonomi jika Permen LHK P.39 ini dilaksanakan secara konsekuen.
3. Sikap Majelis Hakim MA harus memperhatikan dampak positif kebijakan Pemerintah ini terhadap keadilan dan kesejahteraan rakyat. Majelis Hakim sepatutnya di posisi kepentingan masyarakat atau  petani miskin yang akan mendapatkan manfaat bagi kehidupan mereka  dari kebijakan Pemerintah ini. Intinya, Majelis Hakim seharusnya  menolak permohonan uji materiil dari  kelompok  bukan masyarakat atau petani miskin sebagai sasaran kebijakan. Prinsip kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat atau petani miskin penerima IPHPS  sungguh terpenuhi dengan implementasi Permen LHK P.39.
4. Perlu ditingkatkan kerjasama aksi untuk membangun opini publik seluas dan sebanyak mungkin  bahwa Permen LHK P.39 sungguh2 untuk mensejahterakan masyarakat dan petani miskin melalui IPHPS,  bukan membagi-bagi terhadap rakyat seperti dituduhkan termasuk oleh  para  pemohon uji materiil. Bagi kalangan  penentang dan penolak kebijakan ini layak dinilai sebagai "penghianat" terhadap  masyarakat atau petani miskin di Pulau Jawa.
5. Dihimbau agar kalangan aktivis, seniman dan profesional berada di depan untuk membela kepentingan masyarakat atau petani miskin, dan melawan setiap upaya membatalkan Permen LHK P.39.
6. Salah satu bentuk kegiatan yakni bersama masyarakat atau petani miskin sebagai  sasaran kebijakan ini melakukan upaya  intervensi dalam upaya penolakan  permohonan uji materiil oleh Majelis Hakim MA.
7. Diskusi juga sepakat akan berdialog dengan Komisi IV dan VI DPR untuk menjelaskan manfaat dan keuntungan rakyat miskin di Pulau Jawa jika Permen LHK P.39 ini benar-benar diimplementasikan.
7. Menghimbau dan akan  menjumpai Presiden Jokowi agar  bertindak segera  sehingga  MA menolak permohonan uji materiil Permen LHK P.39. (*)


Sumber : bakinupdate (PWRI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DPC PWRI Kota Bengkulu Apresiasi Komitmen Kadis PUPR Kota Bengkulu.

MataLensa, Bengkulu – Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kota Bengkulu mengapresiasi aksi cepat tanggapny...